Budaya


Kabela




Kabela adalah tempat sirih pinang, tembakau dan kapur sirih yang terbuat dari bahan kuningan dalam bahasa Mongondow disebut Boyo-Boyo. Boyo-boyo sukar didapatkan di Bolaang Mongondow maka timbul suatu ide untuk membuat kotak terbuat dari KUMBAI (pelepah rumbia). Bentuknya persegi, dibungkus dengan kain merah dihiasi dengan tu’og (manik-manik). Manik-manik dengan motif daun-daun, tangkai, bunga dengan berbagai warna antara lain warna biru dengan hutannya yang subur, kuning menggambarkan buah padi siap dipanen, merah dengan beraneka ragam bunga bunga , hitam dengan tanahnya yang subur pula.


Patung Bogani



Patung Bogani berdiri gagah di pertigaan jalan dengan koordinat 0.740 LU,124.310BT terletak di Kelurahan Kotabangon Kecamatan Kotamobagu. Hal ini memberikan suatu peringatan bagi generasi sekarang bahwa pada jaman dulu Bogani adalah sebutan pemimpin komunitas yang disegani, berpengaruh dan memegang peran penting dalam masyarakat. Bogani dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan : memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh. Bogani mempunyai pembantu dalam menjalankan tugas-tugasnya. Para pembantu itu disebut tonawat, yaitu orang-orang yang mahir dan mengerti ilmu-ilmu perbintangan, ahli penyakit serta obatnya, mereka juga menjadi penasehat.
Berkembangnya kelompok-kelompok dan semakin bertambahnya areal wilayah (Dogami) semakin luas. Para Bogani mengadakan bakid (pertemuan), bermusyawarah intuk menentukan suatu tempat yang strategis untuk didirikan sebuah istana.dengan perangkat dan tata pemerintahan sekaligus menentukan pimpinan tertinggi di wilayah Totabuan. Pimpinan tertinggi tersebut dikenal dengan istilah “Ki Punu’ Molantud “ yang berarti : tuan atau Tompunuon yang artinya “dipertuan”.
Mokodoludut adalah punu’ Molantud yang diangkat berdasarkan kesepakatan seluruh bogani. Mokodoludut tercatat sebagai raja (datu yang pertama). Sejak Tompunu’on pertama sampai ketujuh, keadaan masyarakat semakin maju dengan adanya pengaruh luar (bangsa asing). perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe menjadi Tompunu’on, akibat pengaruh pedagang Belanda dirubah istilah Tompunu’on menjadi Datu (Raja).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar